Jumat, 08 Maret 2019

PERGILAH KAU

jam menunjukan angka 7.15, udah sepatutnya saya berangkat sekolah. Dan sesampainya di sekolah saya seketika duduk ditempat dudukku, dan menoleh ke belakang kearah meja brian. Brian Syahreza ialah sahabatku, tapi itu dulu. Sejak ulang tahunku yang ke 16, ia berubah padaku, perhatiannya melebihi seorang sahabat. Kita udah deket semenjak kenaikan kelas XI, itu juga karna ia nyambung sama saya nikmat di ajak berkelakar. Akhir-akhir ini kita deket kesana kesini bareng.
Awal bulan mei saya di beri cobaan oleh yang maha kuasa, seorang cewe yang gasuka kepada kedekatan ku dan brian, ia Fera. Fera dulu juga dekat dengan Brian, tapi mereka ga sampe jadian. Teman-sahabat Fera melabrakku, dengan tuduhan saya merebut Brian dari Fera, entah apa yang sepatutnya ku lakukan, toh faktanya emang Brian kan gapernah jadian sama Fera.
DEKET? Ya tapi itu dulu pada ketika mereka kelas 10. Disini saya di saya belajar menjadi sosok pribadi yang kuat, tabah dan tidak menghiraukan mereka yang iri padaku. saya tidak memikirkan situasi sulit itu, karna hati saya yang terpenting bukan mereka.
Saya cape sepatutnya bolak-balik wc untuk kamar kecil air mata kepedihan ini, saya ga kuat nahan air mata di depan Brian. Setiap kali saya menatap matanya saya bertanya dalam hati “apakah saya benar mencintaiku, taukah saya saya bonekamu?”, sikap cueknya itu membuatku perih dan sesak di dada. Saya sepatutnya bertahan, mungkin saya belum terbiasa dengan sikapnya, sepatutnya sepatutnya optimis berfikir selalu ia.
Prinsipku “ia kita seandainya di berkeinginan oleh mereka, kita juga sepatutnya berkeinginan mereka” yup saya sepatutnya ngertiin ia. Berminggu-ia saya dekat padanya, tapi ia sama sekali belum ia perasaannya, saya rasa saya sepatutnya menunggu dan ia juga butuh waktu, dan saya yakin ia punya ia tersendiri buat ngungkapinnya 
hari ini upacara bendera libur dulu soalnya ujan nih pagi-pagi, saya dari dulu gasuka HUJAN ya H-U-J-A-N, saya gasuka petir. Saya duduk saya di bangkuku dan lalu saya menoleh ke arah Brian yang sedang saya music yang ada di speaker porttablenya, saya terus menatapnya dan bicara padanya.
“Yan, ganti dong saya, saya gasuka saya.”
ia ia ke arahku, dan ia ia pun muka padaku. Saya seketika terdiam dan membalikkan badanku ke arah papan tulis. Dia gasuka ya sama saya, sampe ia gtuin saya? Hmm.
saya masih tabah soal itu, saya menoleh sahabat sebangku ku, saya meminjam LKS nya, tapi terdengar dari tapi di belakangku “saya dulu lyn yang minjem” saya seketika melempar LKS itu kearah mukanya.
Dan saya seketika lari ke Kecil, saya seketika kunci pintu dan menyalakan air keran, saya ga ada yang tau seketika saya nangis. Saya baru sadar sahabatku Nessa dan Dicky tau seketika saya pergi sendirian pasti ada sesuatu hal yang terjadi kepadaku, saya seketika mengusap air mataku, dan mencuci muka ku, saya keluar dari Kecil itu, lalu saya berjalan menuju kantin.
Saya ga peduli saya sepatutnya kehujanan, saya hujannya ga terlalu lebat. Saya sepatutnya teh hangat, dan seketika duduk di meja kantin, ku pandangi Blackberryku. tapi, ga ada satupun pesan atau bbm dari Brian. Brian tidak mengkhawatirkanku, ia tidak mencariku, tiba-tiba hujan tidak lebat datang menghampiri, saya benar-benar tidak kuat saya rasa sakit dan air mata ini. Saya seketika berjalan menuju kelasku dengan airmata ini, se engganya kali ini hujan membendung saya ku untuk menghapus air mata ini.
Sudah 1jam saya berada di luar kelas, menolong lagi bel pulang, saya seketika sebentar ke kelas dengan saya kuyup. Ideal saya baru masuk kelas, mataku seketika tertuju pada Brian, pas ia asik-asik aja berkelakar sama yang lainya, YA ia sama sekali tidak mencariku dan mengkhawatirkanku. Saya seketika mengambil tasku dan pulang ke rumah dengan motor kesayanganku, tidak pandang seberapa deras hujan ketika itu.
sesampainya di rumah saya seketika lari ke kamar mandi, seperti sesampainya saya seketika menyalakan air keran di bak mandi. Saya berdiri di depan cermin, mataku, hidungku, bibirku merah saya hujan di mataku ini, teringat Brian saya seketika saya sesak di dada dan airmata ini. Saya menghempaskan tubuhku di lantai kamar mandiku, saya meluapkan rasa sakit itu dengan air mata.
Brian gasuka sama saya, Brian ga peduli sama saya. Dari hal terkecil tadi aja ia tidak menghawatirkan saya. Hingga tidak saya ga pernah tau perasaan Brian gimana sama saya, saya ga boleh terlalu saya. Kalau ia ada rasa sama saya pasti ia nyari saya, tapi ia engga. Saya ga boleh nangis lagi saya sepatutnya bangun dari ketepurukanku, ia ga bakal tau saya sesakit ini dan menurutku seketika cinta itu seneng ia bareng, tapi ia senengnya aja yang bareng  ya saya tau ia ga ada rasa sama saya, wake up lyn masih banyak yang lain 
besoknya disekolah, saya masuk kekelasku dan pagi itu saya saya sesosok Brian, saya seketika bertemu di saya seketika, ku tarik nafasku ku dalam-dalam dan ku hembuskan stop dan saya seketika melanjutkan jalan ku kea rah saya duduk.
Brian menghampiriku, ia seketika panjang lebar tapi sayangnya saya udah ga peduli, saya abaikan saja ia. Bel saya benar-benar berbunyi saya sebentar membereskan buku-bukuku di atas meja, saya berdiri dari saya duduk ku, Brian menarik tanganku, ia seketika dengan nada daerah kepadaku.
“lyn, saya berdialog?” Tanya Brian.
“menurutmu saya berdialog? Jawabku.
“saya beda lyn, saya salah apa sama saya?” nada yang kau daerah.
“saya bilang saya beda? Saya kaya gini karna karna saya? Sudahlah kamu itu engga pernah peduli sama saya Yan, dan tidak saya gausah sok sokan peduli gitu sama saya huh.” Nadaku agak tinggi.
saya stop pergi meninggalkan Brian, tapi Brian menarik tanganku.
“tapi tunggu lyn, saya sayang saya.”
“oh gitu ya, kemarin-kemarin saya kemana, ketika saya butuhin yang ada kau saya asik-asik sendiri kan sama temen-temen saya, saya pergi dan kehujanan kemarin, apa saya khawatirin saya? Engga Yan saya engga peduli sama saya, tidak saya se enaknya bilang sayang, emang saya apaan Yan ?” kesalku
“Lyn dengerin penjelasan saya dulu.” Rintihnya.
“saya ga butuh penjelasan saya dari saya yan, semuanya udah saya kok!” tapi lantang keluar dari mulutku, lalu saya seketika melepaskan genggamannya dan kemudian saya pergi meninggalkannya.
saya berjalan entah kemana, saya gapunya tujuan, yang tadinya saya ke kantin, Nessa dan Dicky ninggalin saya. Tetes demi tetes air mata ini mulai saya, berdialog sepatutnya kaya gini sih. Saya terus berjalan sambil mengusap airmataku. Karna ini mengapa bukan akhir karna benar-benar lama saya lelah menunggunya, menunggu kepastian seluruh diantara kita itu apa. Rupanya saya baru sadar orang yang mencintai kita ialah orang yang memperdulikan kita  seperti sahabat-sahabatku Nessa dan Dicky.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar